RUU
tentang Hukum Pranata Pembangunan
Kegiatan
pembangunan memiliki empat unsur pokok, yaitu manusia, kekayaan alam, modal,
dan teknologi. Pembangunan sebagai suatu sistem yang kompleks mengalami proses
perubahan dari yang sederhana sampai dengan yang rumit/kompleks. Proses
perubahan tersebut mengalami perkembangan perubahan cara pandang, beberapa cara
pandang tersebut adalah pertumbuhan (GROWTH), perubahan strukutr (STRUCTURAL
CHANGE), ketergantungan (DEPENDENCY), pendekatan sistem (SYSTEM APPROACH), dan
penguasaan teknologi(TECHNOLOGY).
Didalam
proses membentuk ruang dari akibat kebutuhan hidup manusia, maka ada
cara(teknik) dan tahapan (metoda) untuk berproduksi dalam penciptaan ruang.
Secara fungsi ruang memiliki peran yang berbeda menurut tingkat kebutuhan hidup
manusia itu sendiri, seperti ruang makan, ruang kerja, ruang baca, dan
seterusnya. Secara structural ruang memiliki pola susunan yang beragam, ada
yang liniear, radial, mengelompok, dan menyebar. Estetika adalah pertimbangan
penciptaan ruang yang mewujudkan rasa nyaman, rasa aman, dan keindahan.
Sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permasalahan dalam pembangunan
menjadi semakin kompleks. Artinya ruang yang dibangun oleh manusia juga
mengalami banyak masalah. Salah satu masalah adalah persoalan
mekanisme/ikatan/pranata yang menjembatani antara fungsi satu dengan fungsi
lainnya. Masalah ke-pranata-an ini menjadi penting karena beberapa hal akan
menyebabkan turunnya kualitas fisik, turunnya kualitas estetika, dan turunnya
kuantitas ruang dan materinya, atau bahkan dalam satu bangunan akan terjadi
penurunan kuantitas dan kualitas bangunan tetapi biaya tetap atau menjadi
berlebihan.
Pranata
pembangunan sebagai suatu sistem adalah sekumpulan pelaku dalam kegiatan
membangun (pemilik, perencana, pengawas, dan pelaksana) yang merupakan satu
kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain serta memiliki
batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan. Ketidakmampuan administrasi
ini diukur adanya penyimpangan tata cara dan rendahnya kualitas produk yang
dihasilkan dengan penggunaan biaya yang diatas harga pasar.
Maka,
timbulah pranata hukum yang merupakan suatu tatanan/pedoman perilaku kehidupan
untuk mewujudkan ketertiban.
UNDANG – UNDANG NO.24 TAHUN 1992 TENTANG TATA RUANG
UMUM
Ruang wilayah negara Indonesia sebagai
wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk lainnya hidup, dan melakukan kegiatannya
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.
Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola, ruang wajib dikembangkan dan
dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan
hidup yang berkualitas.
Pancasila sebagai dasar dan falsafah
negara memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup dapat tercapai jika
didasarkan atas keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, baik dalam hidup
manusia sebagai pribadi, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia
dengan alam, maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa Keyakinan
tersebut menjadi pedoman dalam penataan ruang.
Undang-undang Dasar 1945 sebagai
landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut harus dapat
dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
Garis-garis Besar Haluan Negara
menetapkan bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kemakmuran lahiriah ataupun
kepuasan batiniah, akan tetapi juga keseimbangan antara keduanya. Oleh karena
itu, ruang harus dimanfaatkan secara serasi, selaras, dan seimbang dalam
pembangunan yang berkelanjutan.
Wilayah Negara Republik Indonesia
adalah seluruh wilayah negara meliputi daratan, lautan, dan udara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk laut dan landas kontinen di
sekitarnya, di mana Republik Indonesia memiliki hak berdaulat atau kewenangan
hukum sesuai dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1982
tentang Hukum laut.
Laut sebagai salah satu sumber daya
alam tidaklah mengenal batas wilayah. Akan tetapi, kalau ruang dikaitkan dengan
pengaturannya, maka haruslah jelas batas, fungsi dan sistemnya dalam satu
kesatuan.
Secara geografis letak dan kedudukan
negara Indonesia sebagai negara kepulauan adalah sangat strategis, baik bagi
kepentingan nasional maupun internasional. Secara ekosistem kondisi alamiahnya
adalah sangat khas karena menempati posisi silang di khatulistiwa antara dua
benua dan dua samudera dengan cuaca, musim, dan iklim tropisnya.
Dengan demikian, ruang wilayah negara
Indonesia merupakan aset besar bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan secara
terkoordinasi, terpadu, dan seefektif mungkin dengan memperhatikan
faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, serta
kelestarian kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi
tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Dengan kata lain wawasan penataan
ruang wilayah negara Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
Ruang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya
bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya
membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya
suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan, sesuai dengan kondisi alam
setempat dan teknologi yang diterapkan.
Meskipun suatu ruang tidak dihuni
manusia seperti ruang hampa udara, lapisan di bawah kerak bumi, kawah gunung
berapi, tetapi ruang tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan dan dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan dan kelangsungan hidup.
Disadari bahwa ketersediaan ruang itu
sendiri tidak tak terbatas. Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik,
kemungkinan besar terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas
ruang. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya
berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang,
dan estetika lingkungan.
Ruang wilayah negara sebagai suatu
sumber daya alam terdiri dari berbagai ruang wilayah sebagai suatu subsistem.
Masing-masing subsistem meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda
satu dengan yang lainnya.
Seluruh wilayah negara Indonesia
terdiri dari wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, yang masing-masing merupakan subsistem
ruang menurut batasan administrasi.
Di dalam subsistem tersebut terdapat
sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam, sumber daya buatan, dan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang
apabila tidak ditata secara baik dapat mendorong ke arah adanya
ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta ketidak lestarian lingkungan
hidup.
Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik
dan daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan meningkatkan
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem yang berarti juga
meningkatkan daya tampungnya.
Oleh karena pengelolaan subsistem yang
satu akan berpengaruh pada subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut
dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Ini berarti
perlu adanya suatu kebijaksanaan nasional penataan ruang yang memadukan
berbagai kebijaksanaan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, maka
pelaksanaan pembangunan, di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, harus
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan rencana tata ruang.
Penataan ruang sebagai proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang
merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya.
Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang diperlukan peraturan
perundang-undangan dalam satu kesatuan sistem yang harus memberi dasar yang
jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya
pemanfaatan ruang. Untuk itu, undang-undang tentang penataan ruang ini memiliki
ciri sebagai berikut:
·
Sederhana tetapi dapat mencakup
kemungkinan perkembangan pemanfaatan ruang pada masa depan sesuai dengan
keadaan, waktu, dan tempat.
·
Menjamin keterbukaan rencana tata
ruang bagi masyarakat sehingga dapat lebih mendorong peran serta masyarakat
dalam pemanfaatan ruang yang berkualitas dalam segala segi pembangunan.
·
Mencakup semua aspek di bidang
penataan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut yang perlu dituangkan
dalam bentuk peraturan tersendiri.
·
Mengandung sejumlah ketentuan proses
dan prosedur perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut.
Selain itu, Undang-undang ini menjadi
landasan untuk menilai dan menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang
memuat ketentuan tentang segi-segi pemanfaatan ruang yang telah berlaku yaitu
peraturan perundang-undangan mengenai perairan, pertanahan, kehutanan,
pertambangan, pembangunan daerah, perdesaan, perkotaan, transmigrasi,
perindustrian, perikanan, jalan, Landas Kontinen Indonesia, Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia, perumahan dan permukiman, kepariwisataan, perhubungan,
telekomunikasi, dan sebagainya dengan memperhatikan di antaranya:
·
Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960
tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1942) jo. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1976 tentang
Pengesahan Penyatuan Timor Timur Ke Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur (Lembaran Negara Tahun
1976 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3084);
·
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara
Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419;
·
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3475).
Dengan demikian, semua peraturan
perundang-undangan yang menyangkut aspek pemanfaatan ruang dapat terangkum
dalam satu sistem hukum penataan ruang Indonesia.
UNDANG – UNDANG NO. 4 TAHUN 1992 TENTANG PERMUKIMAN
Menimbang:
Bahwa dalam pembangunan nasional yang
pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia, seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman,
serasi, dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan
faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta
kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
Bahwa dalam rangka peningkatan harkat
dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga
Indonesia, pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari pembangunan
nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah,
berencana, dan berkesinambungan;
Bahwa peningkatan dan pengembangan
pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya
perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata
ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan
nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan
kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara;
Bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
·
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962
tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962
·
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2476) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun1964 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai dengan kebutuhan danperkembangan
keadaan, dan oleh karenanya dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuanmengenai
perumahan dan permukiman dalam Undang-undang yang baru;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),
Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud
dengan:
Rumah adalah bangunan yang berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaankeluarga;
Perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;
Permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan;
Satuan lingkungan permukiman adalah
kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan
ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;
Prasarana lingkungan adalah
kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman
dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
Sarana lingkungan adalah fasilitas
penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan
ekonomi, sosial dan budaya;
Utilitas umum adalah sarana penunjang
untuk pelayanan lingkungan;
Kawasan siap bangun adalah sebidang
tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan
permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau
lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi
dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana
tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II dan
memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan,
khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruang lingkungannya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;
Lingkungan siap bangun adalah sebidang
tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri
yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu
juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah
matang;
Kaveling tanah matang adalah sebidang
tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan,
penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan; 11.
Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya
penataan kembali penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat
pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap bangun dan
menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang
ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota
Jakarta rencana tata ruangnya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
Pasal 2
Lingkup pengaturan Undang-undang ini
meliputi penataan dan pengelolaan perumahan dan permukiman, baik di daerah
perkotaan maupun di daerah perdesaan, yang dilaksanakan secara terpadu dan
terkoordinasi.
Lingkup pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) yang menyangkut penataan perumahan meliputi kegiatan
pembangunan baru, pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan, dan
pemanfaatannya, sedangkan yang menyangkut penataan permukiman meliputi kegiatan
pembangunan baru, perbaikan, peremajaan, perluasan, pemeliharaan, dan
pemanfaatannya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Penataan perumahan dan permukiman
berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dankekeluargaan,
kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan
hidup.
Pasal 4
Penataan perumahan dan permukiman
bertujuan Untuk:
·
memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah
satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatandan pemerataan
kesejahteraan rakyat;
·
mewujudkan perumahan dan permukiman
yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
·
memberi arah pada pertumbuhan wilayah
dan persebaran penduduk yang rasional; menunjang pembangunan di bidang ekonomi,
sosial , budaya, dan bidang-bidang lain.
BAB IV
PERMUKIMAN
Pasal 18
(1) Pemenuhan kebutuhan permukiman
diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana
secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap.
(2) Pembangunan kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditujukan untuk:
·
menciptakan kawasan permukiman yang
tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman;
·
mengintegrasikan secara terpadu dan
meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang telah ada di dalam atau di
sekitarnya.
(3) Satuan-satuan lingkungan
permukiman satu dengan yang lain saling dihubungkan oleh jaringan transportasi
sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain yang memberikan berbagai pelayanan
dan kesempatan kerja.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan.
Pasal 19
(1) Untuk mewujudkan kawasan
permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, pemerintah daerah menetapkan
satu bagian atau lebih dari kawasan permukiman menurut rencana tata ruang
wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah. bukan perkotaan yang telah
memenuhi persyaratan sebagai kawasan siap bangun.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi penyediaan:
·
rencana tata ruang yang rinci;
·
data mengenai luas, batas, dan
pemilikan tanah;
·
jaringan primer dan sekunder prasarana
lingkungan.
(3) Program pembangunan daerah dan
program pembangunan sektor mengenai prasarana, sarana lingkungan, dan utilitas
umum sebagian diarahkan untuk mendukung terwujudnya kawasan siap bangun sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 20
(1) Pengelolaan kawasan siap bangun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh
Pemerintah.
(2) Penyelenggaraan pengelolaan
kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan
usaha milik negara dan/atau badan lain yang dibentuk oleh Pemerintah yang
ditugasi untuk itu.
(3) Pembentukan badan lain serta
penunjukan badan usaha milik negara dan/atau badan lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Dalam menyelenggarakan pengelolaan
kawasan siap bangun, badan usaha milik negara atau badan lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat bekerja sama dengan badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan-badan usaha swasta
di bidang pembangunan perumahan.
(5) Kerja sama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) tidak menghilangkan wewenang dan tanggung jawab badan usaha
milik negara atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(6) Persyaratan dan tatacara kerja
sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Penyelenggaraan pengelolaan
lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang bukan dilakukan oleh masyarakat
pemilik tanah, dilakukan oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang
ditunjuk oleh Pemerintah.
(2) Tata cara penunjukan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Di wilayah yang ditetapkan sebagai
kawasan siap bangun Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan, bantuan dan
kemudahan kepada masyarakat pemilik tanah sehingga bersedia dan mampu melakukan
konsolidasi tanah data rangka penyediaan kaveling tanah matang.
(2) Pelepasan hak atas tanah di
wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun hanya dapat dilakukan
berdasarkan kesepakatan pemilik tanah yang bersangkutan.
(3) Pelepasan hak atas tanah di
lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang bukan hasil konsolidasi tanah
oleh masyarakat pemilik tanah, hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan
dengan pemilik hak atas tanah.
(4) Pelepasan hak atas tanah di
wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun yang belum berwujud
kaveling tanah matang, hanya dapat dilakukan kepada Pemerintah melalui
badan-badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
(5) Tata cara pelepasan hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Pembangunan perumahan yang dilakukan
oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan dilakukan hanya di kawasan
siap bangun atau di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.
Pasal 24
Dalam membangun lingkungan siap bangun
selain memenuhi ketentuan pada Pasal 7, badan usaha di bidang pembangunan
perumahan wajib:
·
melakukan pematangan tanah, penataan
penggunaan tanah, penataan penguasaan tanah, dan penataan
·
pemilikan tanah dalam rangka
penyediaan kaveling tanah matang;
·
membangun jaringan prasarana
lingkungan mendahului kegiatan membangun rumah, memelihara, dan mengelolanya
sampai dengan pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah;
·
mengkoordinasikan penyelenggaraan
penyediaan utilitas umum;
·
membantu masyarakat pemilik tanah yang
tidak berkeinginan melepaskan hak atas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam
melakukan konsolidasi tanah;
·
melakukan penghijauan lingkungan;
·
menyediakan tanah untuk sarana
lingkungan;
·
membangun rumah.
Pasal 25
(1) Pembangunan lingkungan siap bangun
yang dilakukan masyarakat pemilik tanah melalui konsolidasi tanah dengan
memperhatikan ketentuan pada Pasal 7, dapat dilakukan secara bertahap yang
meliputi kegiatan-kegiatan:
·
pematangan tanah;
·
penataan, penggunaan, penguasaan dan
pemilikan tanah;
·
penyediaan prasarana lingkungan;
·
penghijauan lingkungan;
·
pengadaan tanah untuk sarana
lingkungan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud data ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1) Badan usaha di bidang pembangunan
perumahan yang membangun lingkungan siap bangun dilarang menjual kaveling tanah
matang tanpa rumah.
(2) Dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 24, sesuai dengan kebutuhan setempat, badan usaha di bidang pembangunan
perumahan yang membangun lingkungan siap bangun dapat menjual kaveling tanah matang
ukuran kecil dan sedang tanpa rumah.
(3) Kaveling tanah matang ukuran
kecil, sedang, menengah, dan besar hasil upaya konsolidasi tanah milik masyarakat
dapat diperjualbelikan belikan tanpa rumah.
Pasal 27
(1) Pemerintah memberikan bimbingan,
bantuan dan kemudahan kepada masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun
dalam tahap pelaksanaan, serta, melakukan pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan
kualitas permukiman.
(2) Peningkatan kualitas permukiman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa kegiatan-kegiatan:
·
perbaikan atau pemugaran;
·
peremajaan;
·
pengelolaan dan pemeliharaan yang
berkelanjutan.
(3) Penyelenggaraan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
(1) Pemerintah daerah dapat menetapkan
suatu lingkungan permukiman sebagai permukiman kumuh yang tidak layak huni.
(2) Pemerintah daerah bersama-sama
masyarakat mengupayakan langkah-langkah pelaksanaan program peremajaan
lingkungan kumuh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni.
...Thank
You...
Sumber dan referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar