Kritik
Arsitektur Mengenai Bangunan Pusat Perbelanjaan
“Lippo Plaza Bogor”
“Lippo Plaza Bogor”
Kota Bogor adalah kota tua. Penyebutan pertama tentang Bogor berasal dari
catatan Belanda bertanggal 7 April 1752 yang menyebut Ngabei Raksacandra
sebagai kepala kampung Bogor.
Pemerintah Belanda menjadikan Bogor sebagai tempat riset pertanian tropis
karena Indonesia memiliki berjenis tanaman yang penting untuk ekonomi Belanda
dan Eropa. Kebun Raya Bogor menjadi tempat koleksi tanaman bernilai ekonomi
itu. Tak
heran bila kampus Fakultas Pertanian IPB berseberangan dengan Kebun Raya Bogor
dan Bogor punya citra sebagai kota pertanian. Asrama tentu saja menjadi bagian
dari keberadaan kampus-kampus tersebut.
Namun pandangan
masyarakat saat ini mengatakan bahwa kota Bogor telah berubah. Kota adalah
cerminan masyarakat. Bila masyarakat berubah, maka kota akan berubah. Begitu
juga Bogor, kota yang hanya berjarak 40 kilometer dari Jakarta. Di antara
penanda (“landmark”) kota tua ini, yang paling terkenal tentu saja Istana
Presiden, Kebun Raya Bogor, dan kampus pusat Institut Pertanian Bogor atau IPB
di Jalan Raya Pajajaran.
Pada perkembangannya,
tarik-menarik pemikiran terus terjadi di Bogor. Visi dan misi kota Bogor saat
ini berubah dan berkembang menjadi kota jasa, yang sebelumnya pada satu waktu
pernah dicanangkan sebagai “kota dalam taman”, sayang penerjemahannya tidak
jelas.
Terkait dengan
perubahan kota, banyak bangunan-bangunan bersejarah yang sekarang beralih
fungsi, yang salah satunya adalah bangunan pusat perbelanjaan atau Mall. Bagi
Wali Kota Bogor Diani Budiarto, mal hanyalah satu komponen pendukung visi Kota
Bogor sebagai kota jasa, maka ia akan membatasi jumlah mal paling banyak
sepuluh saja.
Lippo
Plaza Bogor
Sumber : http://www.lippomalls.com/malls/
Mungkin Anda pernah bingung ketika diajak saudara atau teman yang tinggal
di Bogor pergi ke Eka Lokasari Plaza tetapi kemudian Anda dibawa ke sebuah mall
yang dengan jelas bertuliskan LIPPO PLAZA.
Sebelumnya, Plaza ini
bernama Ekalokasari Plaza atau
dikenal dengan Elos. Namun, pada tahun 2015 berubah nama menjadi Lippo Plaza Bogor. Lippo Plaza Bogor adalah salah satu pusat perbelanjaan atau Mall terkemuka di Bogor. Mall ini terletak di Pertigaan dimana ujung Jalan Pajajaran, Jalan Siliwangi dan Jalan Tajur bertemu, Sukasari Bogor Timur, Bogor.
Gambar Plaza Eka Lokasari
Adanya kedua nama itu, Eka Lokasari Plaza dan Lippo Plaza disebabkan karena
terjadi pergantian kepemilikan. Nama
pertama diambil dari nama sebuah asrama milik Institut Pertanian Bogor. Setelah beberapa tahun yang lalu
kepemilikan mall ini beralih ke Lippo
Group, maka namanya kemudian berganti menjadi Lippo Plaza.
Megatika ditinjuk sebagai Arsitek dalam proyek Mall ini sedangkan Adhikarya ditunjuk sebagai konsultan struktur, mechanical engineering
dan kontraktor utama, pengembang dan operator mall dari anak
usaha PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), Lippo Malls. Mall baru
ini mengincar masyarakat kalangan menengah ke atas.
Jika ditinjau dari sejarahnya, bangunan ini tidak hanya berganti nama dari Mall Ekalokasari menjadi Lippo plaza. Mall Ekalokasari/Lippo Plaza di Jalan Siliwangi ini
asalnya adalah Asrama Mahasiswa IPB (Asrama
IPB Sukasari), sementara Botani Square mengambil ruang-ruang kuliah
mahasiswa tingkat satu, lapangan olahraga, sebagian Fakultas Pertanian dan
Fakultas Perikanan, serta Asrama Putri IPB (APIPB). Namun banyak masyarakat
yang saat ini tidak mengetahui akan sejarah itu. Kenangan
seperti tak bisa dicari lagi penanda fisiknya karena APIPB dan Ekalokasari
sudah berubah jadi mall. Kenangan akan
Kota Bogor, kampus, dan asrama adalah romantisme yang sulit berulang.
Gambar : Asrama IPB Sukasari
Melihat Bogor saat ini tidak heran bila kota ini disebut berubah tanpa
perencanaan. “Perubahan kota ini tanpa perencanaan sehingga tumbuh tak
seimbang. Contohnya, permukiman, jumlah penduduk dan kendaraan bertambah,
tetapi jalan tidak tumbuh sama cepat. Macet di mana-mana,” kata Prof (emeritus)
Dr Margono Slamet, pengajar komunikasi dan penyuluhan pascasarjana IPB. Dalam
konteks itu, Beliau melihat perubahan Bogor seperti melihat perubahan sosial
negeri ini.
Perubahan aset IPB menjadi Mall coba dipahami lulusannya. Dr Ir Andriyono
Kilat Adhi, Atase Pertanian Indonesia untuk Uni Eropa periode 2001-2005,
melihat IPB memang butuh sumber penghasilan setelah pemerintah menetapkan
perguruan tinggi negeri (PTN) sebagai badan hukum milik negara dengan
konsekuensi PTN harus mandiri membiayai pengembangan dirinya.
“Memang setelah kampus pindah ke Darmaga, asrama itu tidak diperlukan lagi.
Sayangnya kenapa pilihannya Mall. Ini kan bukan inti kegiatan IPB,” ujar
penghuni Asrama Ekalokasari tahun 1980-1984 itu.
Menurut Andriyono, menjelang asrama itu diubah menjadi mall, ada perjanjian
akan disediakannya tempat untuk memamerkan produk inovasi IPB di Mall
Ekalokasari. Sampai sekarang janji itu tidak dipenuhi. Produk-produk inovasi
IPB dipamerkan hanya di kampus Darmaga. Akibatnya orang dari luar IPB malas
untuk datang dikarenakan jalan ke Darmaga macet dan melelahkan.
Setidaknya meski telah beralih fungsi dan nama, sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati, pihak Mall tersebut harus menyediakan tempat untuk memamerkan
produk IPB. Paling tidak ada unsur element dari IPB daripada cuma lambangnya
saja yang dipasang. Banyak dari dosen dan mahasiswa lulusan IPB mengeluarkan
gugatan akan perihal itu. Namun Jawaban terhadap gugatan itu tampaknya harus
dicari dari dalam.
Gambar : Perubahan bangunan Asrama IPB Sukasari - Mall Eka Lokasari – Lippo
Plaza
Kenangan seperti tak
bisa dicari lagi penanda fisiknya. Yang dahulunya adalah Asrama dan tempat ngumpul dewan mahasiswa, sekarang
adalah sebuah Mall.
Langgam bangunan yang digunakan pun
sangatlah berbeda, jika dilihat dari segi fasad nya Asrama Sukasari memiliki
langgam Arsitektur Tropis, sesuai dengan kota Bogor sebagai Kota Hujan. Sedangkan
Langgam pada bangunan satt ini (Lippo plaza)
adalah Arsitektur Modern.
Perubahan memang menuntut konsekuensi, rencana tata ruang
umum pun berubah. Asrama IPB Sukasari yang memiliki
tebal dinding 30cm ini telah menjadi saksi sejarah orang-orang besar. Dari menteri
sampai akademisi, dari penguasaha sampai buruh negeri.
Namun lepas dari itu,
keberadaan Lippo Plaza pun menjadi daya tarik tersendiri. Pendapatan penghasilan
kota pun bertambah serta bertambahnya ruang lingkup pekerjaan bagi masyarakat
sekitar.
Bogor seharusnya menjadi kota klasik. Meski pembangunan tidak bisa ditolak,
semestinya cagar budaya, gedung tua, gang-gang kecil dengan sungai-sungai kecil
yang khas, juga daerah resapan air harus tetap dijaga sehingga masyarakat pun
tidak lupa akan sejarah.
Sumber dan Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar