Manusia dan Keindahan
1. Keindahan
a. Definisi
Keindahan
Keindahan berasal dari kata Indah, Keindahan adalah sifat dari sesuatu
yang memberi kita rasa senang apabila melihatnya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, keindahan diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang, cantik,
bagus benar atau elok. Keindahan dipelajari sebagai bagian dari estetika,
sosiologi, psikologi sosial, dan budaya. Sebuah “kecantikan yang ideal” adalah
sebuah identitas yang dikagumi, atau memiliki fitur yang dikaitkan dengan
keindahan dalam suatu budaya tertentu, untuk kesempurnaannya.
Dalam bahasa Latin, keindahan diterjemahkan dari kata “belum” Akar
katanya adalah “benum” yang berarti kebaikan. Dalam bahasa Inggris menjadi kata
“beauty”, Prancis “beao” sedangkan Italy dan Spanyol”beloo”.
Selain itu
menurut luasnya dibedakan pengertian:
1. Keindahan dalam arti luas
The Liang Gie menjelaskan bahwa keindahan dalam
arti luas mengandung pengertian ide kebaikan. Misalnya Plato menyebut watak dan
hukum yang indah, sedangkan Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu
yang baik dan menyenangkan.
Jadi, pengertian yang seluas-Iuasnya meliputi :
· keindahan seni
· keindahan alam
· keindahan moral
· keindahan intelektual.
Keindahan dalam arti estetik murni menyangkut pengalaman
estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya.
Keindahan dalam arti yang terbatas, mempunyai arti
yang lebih sempit sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dapat diserap
dengan penglihatan (mata), yakni berupa keindahan bentuk dan warna
Pengertian
keindahan menurut para ahli :
1. Menurut Leo Tolstoy (Rusia)
Dalam bahasa Rusia keindahan diistilahkan dengan
kata “krasota” yang berarti suatu yang mendatangkan rasa menyenangkan bagi yang
melihat dengan mata. Bangsa Rusia tidak mempunyai pengertian keindahan untuk
musik.
2. Menurut Alexander Baumgarten (Jerman)
Keindahan itu dipandang sebagai keseluruhan yang
merupakan susunan yang teratur daripada bagian-bagian yang bagian-bagian itu
erat hubungannya satu dengan yang lain juga dengan keseluruhan.
3. Menurut Sulzer
Yang indah itu hanyalah yang baik. Jika belum baik,
ciptaan itu belum indah. Keindahan harus dapat memupuk perasaan moral. Jadi
ciptaan amoral adalah tidak indah, karena tidak dapat digunakan untuk memupuk
moral.
4. Menurut Winchelman
Keindahan itu dapat terlepas sama sekali daripada
kebaikan.
5. Menurut Shaftesbury (Jerman)
Yang indah itu adalah yang memiliki proporsi yang
harmonis, karena itu nyata, maka keindahan itu dapat disamakan dengan kebaikan.
6. Menurut Humo (Inggris)
Keindahan adalah sesuatu yang dapat mendatangkan
rasa senang.
7. Menurut Hemsterhuis (Belanda)
Yang indah adalah yang paling banyak mendatangkan
rasa senang dalam waktu sesingkat-singkatnya.
8. Menurut Emmanuel Kant
Keindahan terdiri dari 2 segi, yaitu subjektif dan
objektif.
9. Menurut al – Ghazzali
Hal yang paling indah ialah yang mempunyai semua
sifat-sifat perfeksi yang khas bagi karangan atau tulisan, seperti keharmonisan
huruf-huruf, hubungan arti yang tepat satu sama lainnya, pelanjutan dan spasi
yang tepat dan susunan yang menyenangkan.
b. Beda
Keindahan Sebagai Kualitas Abstrak dan Sebagai Benda Tertentu yang Indah
Keindahan sebagai suatu kualitas abstrak (Beauty as an abstract quality)
menggambarkan sesuatu yang kontemporer dan bersifat nonrealistic di mana sang
pencipta karya menggambarkan sesuatu yang tidak bisa dimengerti secara umum dan
tidak sesuai dengan realita. Keindahan sebagai kualitas abstrak menggambarkan
suatu bentuk dalam yang keindahan di mana keindahan tersebut bersifat eksklusif
dan hanya dapat dimengerti oleh orang yang menciptakan keindahan tersebut
berdasarkan apa yang dipahaminya.
Sedangkan keindahan sebagai sebuah benda tertentu yang indah adalah
keindahan yang memiliki konsep pemahaman dan nilai yang berbeda dengan kualitas
abstrak di mana benda yang dimaksud dalam hal ini adalah sesuatu yang mewakili
keindahan secara umum dan dapat dengan mudah diterima maupun dipahami oleh
masyarakat.
Contoh
keindahan dalam bentuk benda:
Secara
alami : Manusia menaruh rasa kagum atas keindahan alam yang merupakan ciptaan
dari Yang Maha Kuasa.
Buatan
tangan : Karya seni yang memiliki nilai estetika yang dapat dinilai oleh
manusia.
c. Nilai
Estetik
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah
ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana
seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah
sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap
sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang
sangat dekat dengan filosofi seni.
Estetika berasal dari bahasa Yunani, αισθητική, dibaca aisthetike. Pertama kali digunakan oleh
filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang
hal yang bisa dirasakan lewat perasaan.
Estetika
terdiri dari tiga hal, yaitu:
· Studi mengenai fenomena estetis
· Studi mengenai fenomena persepsi
· Studi mengenai seni sebagai hasil pengalaman
estetis
Keindahan seharusnya sudah dinilai begitu karya seni pertama kali
dibuat. Namun rumusan keindahan pertama kali yang terdokumentasi adalah oleh
filsuf plato yang menentukan keindahan dari proporsi, keharmonisan, dan
kesatuan. Sementara aristoteles menilai keindahan datang dari aturan-aturan,
kesimetrisan, dan keberadaan.
Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam
pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Dalam bidang filsafat, istilah
nilai seringkali dipakai sebagai suatu kata benda abstrak yang berarti
keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Dalam dictionary of sociology
and related sciences diberikan perumusan tentang value yang lebih terinci lagi
sebagai berikut :
“The belived capacity of any object to satisfy a human desire, The
qualifty of any object which causes it to be on interest to an individual or a
group”. (kemampuan yang dipercaya ada pada sesuatu benda untuk memuaskan suatu
keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebababkan menarik minat seseorang
atau sesuatu golongan).
Menurut kamus itu selanjutnya nilai adalah semata-mata suatu realita
psikologis yang harus dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat
dalam jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu sendiri. Nilai tersebut dipercaya
terdapat pada sesuatu benda sampai terbukti ketidakbenarannya.
Tentang nilai itu ada yang membedakan antara nilai subyektif dan nilai
objektif, atau ada yang membedakan nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan.
Tetapi penggolongan yang penting adalah nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik.
Nilai keindahan sebenarnya tidak memiliki ukuran tertentu dan bebas dari
segala rumusan. Namun pada sebuah bangunan wujud estetika akan tampak pada keharmonian
yang teraplikasikan dalam berbagai desain dan gaya. Adanya beberapa aspek
seperti keindahan dalam membingkai harmoni dan proporsi, kesenangan pada adanya
korelasi yang positif tentang arti efisiensi dan kenyamanan, kesukaan atau
delight yang menonjolkan pada aspek selera. Unsur seni dan estetika pada sebuah
bangunan tidak hanya akan terlihat pada ornamen dan ragam hias yang terpasang
namun juga pada desain yang ada pada bangunan tersebut. Estetika akan semakin
berkembang dan berevolusi sesuai dengan permintaan dan tren yang ada di
masyarakat. Hal inilah yang membuat banyak desain arsitektur berkembang dan
berproses sesuai dengan zamannya. Seringkali sebuah desain rumah akan digemari
pada suatu zaman namun pada suatu ketika akan ditinggalkan.
d. Beda
Nilai Ekstriksik dan Intrinsik
Nilai
Ekstrinsik dan Intrinsik Suatu Keindahan
Pengertian ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu
benda sebagai sarana untuk sesuatu hal lainnya , yakni nilai yang bersifat
sebagai alat atau membantu.
Contohnya
: puisi, bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, itu
disebut nilai ekstrinsik.
· Pengertian intrinsik adalah sifat baik dari benda
yang bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda
itu sendiri.
Contohnya
: pesan puisi yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui (alat benda) puisi
itu disebut nilai intrinsik.
Nilai intrinsik adalah
nilai yang lebih kepada penilaian berdasarkan pada apa yang terlihat saja oleh
mata dan imajinasi seseorang, tanpa mempertimbangkan aspek lain. Dengan kata
lain nilai intrinsik adalah nilai-nilai yang berasal dari penilaian panca
indera yang hanya berdasarkan pada logika. Nilai bentuk ini kadang juga disebut
nilai struktur yaitu bagaimana cara menyusun nilai-nilai ekstrinsiknya atau
bahannya berupa rangkaian peristiwa. Semuanya disusun sedemikina rupa sehingga
menjadi sebuah bentuk yang berstruktur dan dinamai nilai instrinsik. Cara
menyusun bentuk tadi melahirkan sebuah cerita. Kumpulan peristiwa yang sama
oleh dua orang penulis mungkin saja disusun berdasarkan urutan atau struktur
yang berbeda, sehingga nilai seninya juga berbeda.
Nilai ekstrinsik adalah
nilai-nilai yang tidak dapat dinilai oleh panca indera, berkenaan aspek
kejiwaan, filsafat atau psikologi, serba noumena, transendental. Nilai
ekstrinsik hanya bisa dirasai oleh jiwa, intuisi dan naluri dengan pendekatan
ilmu, filsafat, kebudayaan dan sisi pribadi individu.
e. Tentang
Kontemplasi dan Ekstansi
Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu
yang indah yang merupakan suatu proses bermeditasi merenungkan atau berpikir
penuh dan mendalam untuk mencari nilai-nilai, makna, manfaat dan tujuan atau
niat suatu hasil penciptaan.
Kontemplasi itu berarti memberi perhatian penuh
pada sesuatu obyek. Sangat penting bagi manusia untuk memberikan kesempatan
kepada dirinya untuk berhenti, dan mengkonsentrasikan diri kepada setiap obyek.
Mengamatinya, tanpa memikirkannya, dan kemudian menemukan keindahan di dalamnya
yang akan membawa manusia pada rasa syukur yang besar kepada realitas
tertinggi.
Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan
menikmati sesuatu yang indah.
Kontemplasi bertujuan untuk menciptakan sesuatu yang indah. Dalam
kehidupan sehari-hari orang mungkin berkontemplasi dengan dirinya sendiri atau
mungkin juga dengan benda-benda ciptaan Tuhan atau dengan peristiwa kehidupan
tertentu berkenaan dengan dirinya atau di luar dirinya.
Di kalangan umum
kontemplasi diartikan sebagai aktivitas melihat dengan mata atau dengan pikiran
untuk mencari sesuatu dibalik yang tampak atau tersurat misalnya, dalam
ekspresi seseorang sedang berkontemplasi dengan bayang-bayang atau dirinya
dimuka cermin.
Ekstansi bertujuan untuk
merasakan dan menikmati sesuatu yang indah. Apabila kontemplasi dan ekstansi
itu dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi itu faktor pendorong untuk
menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi merupakan faktor pendorong untuk
merasakan, menikmati keindahan. Karena derajat atau tingkat kontemplasi dan
ekstansi itu berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan terhadap
keindahan karya seni juga berbeda-beda.
2.
Teori Metafisik
3.
Teori Psikologis
4.
Teori Keserasian
5.
Teori Obyektif dan Teori Subyektif
2. Teori-teori Renungan
Renungan
berasal dari kata renung yang artinya diam-diam memikirkan sesuatu, atau
memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam
merenung untuk menciptakan seni ada beberapa teori. Teori-teori itu ialah : 1.
Teori Pengungkapan
Dalil dari teori ini ialah bahwa “Art is an
expression of human feeling” ( seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan
manusia ). Teori ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seorang
seniman ketika menciptakan suatu karya seni. Tokoh teori ekspresi yang paling
terkenal ialah filsuf Italia Benedeto Croce (1886-1952) dengan karyanya yang
telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “aesthetic as Science of Expresion
and General Linguistic”. Beliau antara lain menyatakan bahwa “art is expression
of impressions” (Seni adalah pengungkapan dari kesan-kesan) Expression adalah
sama dengan intuition. Dan intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh
melalui penghayatan tentang hal-hal individual yang menghasilkan gambaran
angan-angan (images). Dengan demikian pengungkapan itu berwujud sebagai
gambaran angan-angan seperti misalnya images warna, garis dan kata. Bagi
seseorang pengungkapan berarti menciptakan seni dalam dirinya tanpa perlu
adanya kegiatan jasmaniah keluar. Pengalaman estetis seseorang tidak lain
adalah ekspresi dalam gambaran angan-angan.
Teori semi yang bercorak metafisis merupakan salah
satu teori yang tertua, yakni berasal dari Plato yang karya-karya tulisannya
untuk sebagian membahas estetik filsafati, konsepsi keindahan dan teori seni.
Mengenai sumber seni Plato mengemukakan suatu teori peniruan (imitation
theory). Ini sesuai dengan metafisika Plato yang mendalilkan adanya dunia ide
pada taraf yang tertinggi sebagai realita Ilahi. Pada taraf yang lebih rendah
terdapat realita duniawi ini yang merupakan cerminan semu dan mirip realita
ilahi itu. Dan karya seni yang dibuat manusia hanyalah merupakan mimemis
(timan) dari realita duniawi Sebagai contoh Plato mengemukakan ide Ke-ranjangan
yang abadi dan indah sempurna ciptaan Tuhan. Kemudian dalam dunia ini tukang
kayu membuat ranjang dari kayu yang merupakan ide tertinggi ke-ranjangan-an
itu. Dan akhirnya seniman meniru ranjang kayu itu dengan menggambarkannya dalam
sebuah lukisan. Jadi karya seni adalah tiruan dari suatu tiruan lain sehingga
bersifat jauh dari kebenaran atau dapat menyesatkan. Karena itu seniman tidak
mendapat tempat sebagai warga dari negara Republik yang ideal menurut Plato.
Teori-teori metafisis dari para filsuf yang
bergerak diatas taraf manusiawi dengan konsepsi-konsepsi tentang ide tertinggi
atau kehendak semesta umumnya tidak memuaskan, karena terlampau abstrak dan
spekulatif. Sebagian ahli estetik dalam abad modem menelaah teori-teori seni
dari sudut hubungan karya seni dan alam pikiran penciptanya dengan
mempergunakan metode-metode psikologis. Misalnya berdasarkan psikoanalisa
dikemukakan teori bahwa proses penciptaan seni adalah pemenuhan
keinginan-keinginan bawah sadar dari seseorang seniman. Sedang karya seninya
itu merupakan bentuk terselubung atau diperhalus yang diwujudkan keluar dari
keinginan-keinginan itu. Suatu teori lain tentang sumber seni ialah teori
permainan yang dikembangkan oleh Freedrick Schiller (1757-1805) dan Herbert
Spencer (1820-1903).
Keserasian berasal dari kata serasi dan dari kata
dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai benar. Kata cocok, kena dan
sesuai itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan, ukuran dan seimbang. Dalam
pengertian perpaduan misalnya, orang berpakaian harus dipadukan warnanya bagian
atas dengan bagian bawah, atau disesuaikan dengan kulitnya.
The Liang Gie dalam bukunya garis besar estetika
menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni ada dua teori yakni teori obyektif dan teori
subyektif. Salah satu persoalan pokok dari teori keindahan adalah mengenai
sifat dasar dari keindahan. Apakah keindahan menampakan sesuatu yang ada pada
benda indah atau hanya terdapat dalam alam pikiran orang yang mengamati benda
tersebut. Dari persoalan-persoalan tersebut lahirlah dua kelompok teori yang
terkenal sebagai teori obyektif dan teori subyektif.
Pendukung teori obyektif adalah Plato, Hegel dan
Bernard Bocanquat, sedang pendukung teori subyektif ialah Henry Home, Earlof
Shaffesbury, dan Edmund Burke. Teori obyektif berpendapat, bahwa keindahan atau
ciri-ciri yang mencipta nilai estetik adalah sifat (kualitas) yang memang telah
melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang
mengamatinya. Pengamatan orang hanyalah mengungkapkan sifat-sifat indah yang
sudah ada pada sesuatu benda dan sama sekali tidak berpengaruh untuk
menghubungkan. Yang menjadi masalah ialah ciri-ciri khusus manakah yang membuat
sesuatu benda menjadi indah atau dianggap bernilai estetik, salah satu jawaban
yang telah diberikan selama berabad-abad ialah perimbangan antara bagian-bagian
dalam benda indah itu. Pendapat lain menyatakan, bahwa nilai estetik itu
tercipta dengan terpenuhinya asas-asas tertentu mengenai bentuk pada sesuatu
benda.
Teori subyektif, menyatakan bahwa ciri-ciri yang
menciptakan keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam
diri seseorang yang mengamati sesuatu benda. Adanya keindahan semata-mata
tergantung pada pencerapan dari si pengamat itu. Kalaupun dinyatakan bahwa
sesuatu benda mempunyai nilai estetik, maka hal itu diartikan bahwa seseorang
pengamat memperoleh sesuatu pengalaman estetik sebagai tanggapan terhadap benda
indah itu. Yang tergolong teori subyektif ialah yang memandang keindahan dalam
suatu hubungan di antara suatu benda dengan alam pikiran seseorang yang
mengamatinya seperti misalnya yang berupa menyukai atau menikmati benda itu.
6.
Teori Perimbangan
Teori obyektif memandang keindahan sebagai suatu
kualitas dari benda-benda. Kualitas bagaimana yang menyebabkan sesuatu benda
disebut indah telah dijawab oleh bangsa Yunani Kuno dengan teori perimbangan
yang bertahan sejak abab 5 sebelum Masehi sampai abab 17 di Eropa. Sebagai
contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno yang berupa banyak tiang besar.
3. Teori-teori Keserasian
Keserasian yaitu perpaduan antara dua objek entah itu benda ataupun
makhluk hidup yang berbeda namun berjalan dan bergerak ataupun terlihat sangat
indah sehingga banyak mata yang ingin melihat, karena perbedaan nya yang mebuat
objek tersebut menjadi Indah. Apabila di pisahkan maka tidak akan terlihat
indah.
Keserasian sendiri berasal dari kata cocok,dan sesuai benar. Keserasian
erat sangkut pautnya dengan perpaduan. Keserasian mempunya 2 teori yaitu:1.
Teori Objectif dan Subjectif
2.
Teori Perimbangan
Teori Objectif berpendapat bahwa keindahan atau
ciri-ciri yang menciptak nilai estetika adalah sifat (kulitas) yang memang
melekat dalam bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang
mengamatinya. Pendukung teori objectif adalah Plato, Hegel.
Teori Subjectif menyatakan bahwa ciri-ciri yang
menciptakan keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam
diri sesorang yang mengamati suatu benda. Pendukung nya adalah Henry Home,
Earlof Shaffesburry
Dalam arti yang terbatas yakni secara kualitatif
yang di ungkapkan dengan angka-angka, keindahan hanyalah kesan yang subjectif
sifatnya dan berpendapat bahwa keindahan sesungguhnya tercipta dan tidak ada
keteraturan yakni tersusun dari daya hidup, penggembaraan, dan pelimpahan.
Teori pengimbangan tentang keindahan dari bangsa
Yunanai Kuno dulu dipahami dalam arti terbatas, yakni secara kualitatif yang
diungkapkan dengan angka-angka. Keindahan dianggap sebagai kualita dari
benda-benda yang disusun (mempunyai bagian-bagian). Hubungan dari bagian-bagian
yang menciptakan keindahan dapat dinyatakan sebagai perimbangan atau
perbandingan angka-angka.
Teori ini hanya berlaku dari abad ke-5 sebelum
Masehi sampai abad ke-17 Masehi selama 22 abad. Teori tersebut runtuh karena
desakan dari filsafat empirisme dan aliran-aliran termasuk dalam seni.
4. Opini
Manusia dan keindahan merupakan satu kesatuan. Bisa di bilang begitu
karenakeindahan juga merupakan bagian dari manusia, manusia sangat
memperhatikan keindahan dari cara berpakaian, cara berbicara, cara berjalan,
cara bergaya, dan lain - lain. Keindahan juga bisa diciptakan dengan oleh
manusia dengan kegiatan seperti melukis, bernyanyi, dan memainkan alat musik,
tak sedikit manusia yang membuat keindahan untuk diri sendiri dalam arti untuk
kehidupan mahkluk hidup lain nya contoh bila mana kalau kita merawat kebersihan
lingkungan sekitar maka akan tercipta kerukunan yang sejuk dan indah, jika itu
dapat dilakukan itu akan menjadi budaya yang sangat menarik.
Sesuatu
yang indah itu bisa menyenangkan hati kita, membuat pikiran menjadi tenang dan
membuat kita nyaman. Maka dari itu kita sebagai manusia harus memperhatikan
keindahan alam disekitar kita. Misalnya kita merawat dan membersihkan
lingkungan agar terlihat indah berseri.
...Thank
You...
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar